Jumat, 15 Mei 2009

Birokrasi dan Etika Administrasi Negara

SEKELUMIT TENTANG BIROKRASI

Birokrasi merupakan instrumen penting yang kehadirannya tidak mungkin terelakkan dalam sebuah Negara. Birokrasi adalah salah satu konsekuensi logis yang muncul akibat adanya hipotesis yang menyatakan bahwa setiap Negara mempunyai tugas pokok yaitu untuk mensejahterakan rakyatnya. Dalam artian Negara harus mampu memanfaatkan segala sumber daya yang ada demi terwujudnya masyarakat yang sejahtera.
Dalam upaya pengelolaan tersebut, Negara harus terlibat langsung dalam memproduksi barang dan jasa public yang diperlukan oleh rakyat supaya setiap sumber daya yang ada tidak dikuasai oleh segolongan orang yang nantinya akan menguntungkan orang tertentu saja. Untuk itu diperlukan sebuah system administrasi yang bertujuan untuk melayani kepentingan dan melindungi hak rakyat umum. System administrasi tersebut kemudian disebut dengan Birokrasi. Sebagai organisasi modern ynag konsep dasarnya dikembangkan oleh Max Weber (1864-1920) birokrasi adalah bentuk organisasi kekuasaan yang sepenuhnya diserahkan kepada pejabat resmi atau aparatur pemerintah yang memiliki syarat technical skills bagi bekerjanya system administrasi pemerintahan. Birokrasi inilah yang nantinya mengelola sumberdaya dan memberikan pelayanan kepada masyarakat umum.
Birokrasi bekerja atas dasar prinsip hirarki jabatan yang diperlihatkan oleh garis komando yang sangat kaku dari atasan kebawahan. Atasan membawahi dan mengawasi bawahan berdasarkan pembagian tanggung jawab yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab bawahan.
Birokrasi memiliki tanggung jawab yang sangat besar. Hal ini disebabkan karena birokrasi bertanggung jawab mengelola segala sumberdaya yang ada dalam masyarakat dan ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat umum. Selain itu, birokrasi menentukan kemajuan sebuah bangsa. Artinya semakin baik birokrasinya maka akan semakin dapat dikatakan maju sebuah bangsa. Kemudian lingkup layanan yang luas juga mengharuskan birokrasi harus meguasai dan mempertimbangkan segala aspek baik pendidikan, kesehatan, transportasi, , perumahan, kesejahteraan sosial, gizi, listrik, pangan, dll.
Melihat sedemikian besar peran dan tanggung jawab birokrasi, serta penguaasaannya terhadap sumberdaya yang ada dalam masyarakat maka diperlukan seperangkat aturan yang mengatur perilaku birokrasi dalam menjalankan tugasnya.


PRINSIP DAN NILAI ETIKA ADMINISTRASI NEGARA
Sesuai dengan pemaparan sebelumnya, untuk menjalankan tugasnya, birokrasi haruslah dibekali dengan seperangkat aturan hokum dan nilai yang nantinya akan dijadikan pedoman, acuan referensi bagi birokrat dalam menjalankan tugas dan kewenangannya agar tindakannya dalam organisasi dinilai baik, terpuji dan tidak tercela. Selain itu dapat pula dijadikan sebagai standar penilaian apakah sifat, perilaku, dan tindakan birokrasi dinilai baik dan tidak tercela.
Seperangkat aturan tersebut tidak hanya berbicara dalam tataran benar dan salah saja tetapi harus mencakup juga perihal baik dan buruk. Hal ini karena sesuai dengan perkembangan zaman dan tuntutan masyarakat yang menghendaki adanya perbaikan dalam birokrasi yang akhir-akhir ini dinilai tidak baik, kurang professional, berbelit-belit, tebang pilih dalam memberikan layanan, dan yang lebih penting lagi adalah masalah korupsi yang terjadi ditubuh birokrasi sehingga menyebabkan munculnya masalah-masalah lain dalam pemerintahan dan masyarakat.
Lebih jelasnya mengenai seperangkat aturan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Efisiensi (tidak boros)
Perbuatan birokrasi public (adm negara) dikatakan baik jika mereka efisien (tidak boros) Mereka menggunakan dana public (resources publik) secara hati-hati agar memberikan hasil yang sebesar-besarnya bagi public. Nilai efisiensi lebih mengarah pada penggunaan sumber dana dan daya yang dimiliki secara tepat, tidak boros dan dapat dipertanggung jawabkan. Dengan demikian nilai efisiensi lebih mengarah pada penggunaan sumber daya yang dimiliki secara cepat dan tepat, tidak boros dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Jadi dapat dikatakan baik (etis) jika birokrat publik menjalankan tugas dan kewenangannya secara efisien.


2. Nilai membedakan milik pribadi dengan milik kantor
Birokrasi public yang baik adalah birokrasi public yang dapat membedakan mana milik kantor dan mana milik pribadi. Fasilitas yang diberikan oleh kantor pemerintahan atau perusahaan kepada aparatur maupun karyawannya dimaksudkan untuk menunjang pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Ini bertujuan agar dapat mempermudah para aparatur atau pejabat dalam menjalankan tugas mereka. Fasilitas yang diberikan ini hendaklah hanya digunakan untuk keperluan kantor maupun dalam lingkungan kantor, dalam artian barang milik kantor tersebut tidak boleh digunakan untuk keperluan-keperluan pribadi
3. Nilai Impersonal
Melaksanakan hubungan antara bagian satu dengan yang lain dalam bingkai kerjasama kolektif yang diwadahi oleh organisasi, hendaknya dilakukan secara formal (impersonal) dan tidak pribadi (personal).
4. Nilai Merytal System
Penerimaan (recruitment) atau promosi (promotion), dilakukan dengan menggunakan “merytsystem”, bukan “spoil system”. Merytal system merupakan suatu system penarikan atau promosi pegawai didasarkan pada pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), kemampuan (capable), dan pengalaman (experience) yang dimiliki oleh orang yang bersangkutan. Marytal System mengutamakan pada kemampuan yang dimiliki oleh pegawai untuk ditempatkan pada jabatan yang sesuai dengan keahlian yang dimilikinya. Dengan kata lain penempatan pegawai yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan jabatan dalam suatu organisasi, artinya pegawai yang ditempatkan dalam suatu jabatan senantiasa dikaitkan dengan kemampuan yang dimiliki oleh pegawai yang bersangkutan.
5. Prinsip Dan Nilai Responsible
Prinsip ini berkaitan dengan pertanggungjawaban birokrasi publik dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Birokrasi publik dinilai responsible jika pelakunya mempunyai standar profesional dan kompetensi teknis yang tinggi. Birokrasi publik mempunyai tanggung jawab (Sense of responsibility) dan dapat pula berarti memiliki kemampuan dan kecakapan (Capable to do atau profesionality) yang memadai dalam menjalankan tugas, fungsi, dan tanggungjawabnya. Birokrasi Publik yang responsibel mampu memberikan layanan publik yang baik dan profesional. Dalam menjalankan tugas dan wewenang, seorang administrator atau birokrat menjalankan setiap tugas yang diberikan sesuai dengan standar operasional teknis yang telah ada.
6. Prinsip Dan Nilai akuntabilitas
Juga berkaitan dengan pertanggung jawaban birokrasi public dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. Akuntabel menurut Hatry (1997) merupakan suatu istilah yang diterapkan untuk mengukur apakah dana public telah digunakan secara tepat untuk tujuan dimana dana public tadi ditetapkan dan tidak digunakan secara illegal.
7. Nilai Responsiveness
Nilai responsiveness berkaitan dengan daya tanggap dan menanggapi apa yang menjadi keluhan, masalah, aspirasi public. Responsivitas, yaitu kemampuan birokrat untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan proritas pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuat dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. adalah norma yang menuntut setiap penyelenggara negara dalam bersikap, berprilaku, bertindak dan berucap memperhatikan suatu keadaan dengan sungguh-sungguh, peduli cepat mengetahui dan menindaklanjuti gejala, kondisi yang timbul, untuk mengantisipasi dan negara mengambil tindakan.

MASALAH-MASALAH DALAM BIROKRASI SERTA KAITANNYA DENGAN ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK
Meskipun birokrasi telah dibekali dengan peraturan-peraturan, namun dalam perjalanannya masih banyak ditemui penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan oleh para birokratnya. Penyelewengan tersebut dapat berupa penyalahguanaan wewenang seperti upaya memperkaya diri dengan memanfaatkan kewenangan untuk memeras orang lain, atau lebih sering disebut dengan korupsi. Sebagai sebuah contoh kasus yang pernah dialami oleh penulis adalah ketika penulis mempunyai keperluan mengurus sebuah surat di salah satu instansi pemerintah kota Padang, sedikit dialog antara penulis dengan beberapa birokratnya :
Waktu itu penulis sudah hampir selesai mengurus surat pengantar penelitian, ketika surat itu akan diserahkan kepada penulis, petugasnya berbicara
Petugas 1 : “ suratnya sudah selesai dek, tinggal bayar uang administrasinya.” Kata petugas itu.
Penulis : “ berapa buk?” Tanya penulis seolah tidak tahu. Sebelumnya penulis telah diingatkan oleh senior yang pernah mengurus surat di instansi tersebut jika diminta uang agar tidak dikasih.
Petugas 1: “ala kadarnya dek.” Jawab petugas itu singkat.
Penulis : “ kok ala kadarnya buk, memangnya tidak ada standar yang mengaturnya?” Tanya penulis mencoba bertanya lebih jauh.
Petugas 1 : “ tidak ada dek, tapi biasanya memang bayar uang administrasi seperti yang adek lihat orang yang sebelum adek tadi. Kalo nggak suratnya nggak bisa dibawa” Jawab petugas itu lagi. Memang sebelum melayani penulis, petugas tersebut melayani seorang mahasiswi yang juga mengurus surat yang sama dengan penulis yaitu untuk penelitian.
Penulis : “ wah ini menarik. Nampaknya ada perda baru yang mengatur tentang hal ini ya buk, soalnya saya biasa ngurus surat seperti ini dikampung tidak dipungut biaya.” Tanya penulis lagi sambil mengeluarkan MP3 seolah mau merekam pembicaraan antara penulis dan petugas tersebut.
Petugas 2 : “ perdanya nggak ada dek. Ya sudah adek bawa saja suratnya kalo nggak punya uang.” Kata petugas disebelah petugas 1 dengan nada cemas. Sambil kemudian menyerahkan surat yang penulis urus.

Dari pengalaman diatas, dapat dilihat penyelewengan yang dilakukan oleh birokrat. Hal-hal yang tidak semestinya dilakukan ternyata menjadi suatu hal yang biasa dalam birokrasi hal itu terbukti dengan kasus diatas ketika petugas meminta uang kepada pengguna jasa yang nyata-nyata itu salah ternyata didiamkan saja oleh petugas lainnya seolah hal itu benar.
Kasus-kasus seperti contoh diatas sepertinya telah menyebar keseluruh instansi pemerintahan lainnya, sehingga korupsi seolah-olah telah menjadi hal yang biasa dalam tubuh birokrasi. Jika dikembalikan pada pembicaraan awal, korupsi yang terjadi ditubuh birokrasi sangatlah membayakan eksistensi sebuah Negara. Hal ini karena mengingat pentingnya peranan birokrasi itu sendiri yang cakupannya disegala bidang kemudian juga bertugas mengelola sumberdaya milik Negara sehingga korupsi harus dihilangkan dari tubuh birokrasi.
Korupsi yang dilakukan oleh para birokrat secara hokum telah melanggar hokum positif yang berlaku dalam masyarakat. Belum lagi jika dikaitkan dengan konsep etika dan moral sungguh sangat jauh sekali. Kemudian, jika dikembalikan pada kosep etika Administrasi Negara, korupsi telah melanggar prinsip dan nilai dari etika administrasi Negara.
Setiap birokrat harus menerapkan nilai efisiensi, dengan adanya korupsi seperti kasus mark up jelas menyimpang jauh dari nilai efisiensi. Kemudian selain korupsi, hal-hal yang sering dilakukan birokrat adalah mengganti peralatan-peralatan kantor setiap tahunnya meskipun sebenarnya peralatan tersebut masih dapat digunakan. Hal tersebut tentu bertentangan dengan nilai efisiensi yang menuntut birokrat untuk tidak boros.
Selain kasus korupsi yang sifatnya sembunyi-sembunyi, ada kasus lain yang sering terang-terangan dilakukan oleh birokrat yakni menggunakan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadinya. Birokrat seolah-olah bangga jika pergi jalan-jalan dengan keluarganya dengan menggunakan mobil kantor yang artinya milik Negara (masyarakat). Jika orientasi birokrat sudah jauh dari konsep melayani masyarakat maka akan sulit untuk menerapkan prinsip dan nilai etika administrasi Negara. Yang lebih ekstrim lagi jika ternyata birokrat telah tidak bermoral lagi, bagaimana mau menerapakan prinsip dan nilai etika administrasi Negara jika peraturan yang jelas dan tertulis saja masih dilanggar. Jika sudah demikian bobroknya moral birokratnya maka dapat disimpulkan seperti apa kondisi birokrasinya dan tentunya imbasnya akan langsung pada negara kemudian jika tujuan negara sudah tidak tercapai maka tinggal menunggu hari kehancuran negara itu sendiri.







Daftar Pustaka

Teguh S, Ambar,2004, Memahami Good Governance Dalam Perspektif Sumber Daya Manusia, Jogjakarta, Gava Media.

Wijaya, A.W., 1994, Etika Administrasi Negara, Jakarta, Bumi Aksara.

Albrow,Martin, 2005, Birokrasi, Jogjakarta, Tiara Wacana.

Bahan kuliah Etika Administrasi Negara ilmu administrasi negara FISIP Unand.

1 komentar:

  1. pembahasan yg bagus, ijin ekploitasi y mas? jgn lupa kunjungi juga ya? http://mahasiswa-adm.blogspot.com/ ada ebook juga disana

    BalasHapus